Dear
you,
Apa
kabarmu?
Hmmm…
Rasanya kebiasaan ini sudah lama aku tinggalkan, sejak hari itu. Ya, kebiasaan
mengingat, membayangkan lalu menuliskan setiap detail tentangmu. Tentangmu yang
selalu menjadi canduku untuk tetap melakukannya tanpa ada alasan untuk
berhenti, dulu.
Kamu
tahu bagaimana perasaanku ketika aku memulainya kembali?
Memulai
sesuatu yang telah lama aku tinggalkan. Bahkan aku pernah berfikir untuk tidak
melanjutkan bahkan nyaris untuk tidak membukanya lagi. Sesuatu yang benar-benar
ingin aku tinggalkan. Seperti kamu meninggalkan ruang yang telah lama aku
persiapkan untuk kamu masuki dan kamu tempati. Ruang yang hanya kamu ketuk dari
luar tanpa masuk sama sekali, lalu pergi.
Rasanya
berat. Sangat berat. Mencoba, lagi, dan lagi. Lelah. Seharusnya aku tidak harus
seperti itu. Seharusnya aku bisa tetap melakukan hal ini tanpa harus menuliskan
tentang kamu. Tanpa kamu yang selalu menjadi stimulusku. Tapi sayang itu hanya
“seharusnya”. Seharusnya yang tidak terlaksana sama sekali. Seharusnya yang
berhasil membuat keinginan itu mati.
Ya,
kamu berhasil membuat hati ini mati, dan juga mematikan ideku untuk menuliskan
hal yang selalu aku lakukan untukmu. Dan sekali lagi tak seharusnya
begitu.
Dan
aku menyadarinya. Sangat sadar bahwa aku bergantung pada keberadaanmu saat itu.
Kamu benar-benar menjadi candu, dulu. Banyak hal yang bisa aku tuliskan
untukmu, dulu. Sebelum aku merasakan sesuatu yang membuat hatiku mati.
Aku harus membangun lagi hati itu sendiri.
Tanpa kamu. Ya memang seharusnya seperti itu, bukan? Membangunnya untukku
sendiri. Lalu kembali melakukan hal yang sempat terhenti karenamu. Melakukan
hal yang memang aku senangi, bukan karena ada kamu dibalik itu, dan seharusnya
begitu.
Memang
keadaan tak mungkin sama lagi. Tapi setidaknya aku akan tumbuh dengan hati yang
baru. Tetap melakukan hal yang aku senangi dulu dan menanggalkan semua hal yang
dulu menjadi penyemangatku. Seharusnya begitu, seharusnya aku sendiri yang
harus menciptakan bahagia, suka, dan semangat itu sendiri bukan berasal dari
kamu.
Dulu
yang kupikir “kita” ternyata bukan. Hanya ada aku, aku dan aku. Kamu tidak
pernah membayangkannya bukan?
Ahh,
sungguh menyenangkan, dulu. Dan sekarang akan lebih menyenangkan. Belajar
mendewasakan hati. Ya aku bisa dan memang
seharusnya begitu.
Dan
sekarang aku mencoba mengumpulkan puing kesenangan yang sebagian telah hilang.
Mencoba merawatnya berharap kembali tumbuh dan utuh. Dan menciptakan sosok “seperti
kamu dipikiranku”. Sosok yang selalu ada tanpa aku menyapanya lebih dulu.
Berbincang dengannya tanpa harus bersuara. Dia ada dipikiranku saat ini dan dia
jauh lebih peka dari kamu. Itu yang aku tahu.
Dan itu cukup!!
jd inget sesuatuuuu
BalasHapussurat yg biasa ku tulisss
hahaha, kebetulan saja sama ^_^
Hapus