Malam
itu aku memimpikan kamu lagi. Entah hal apa yang membuatku kembali memimpikanmu
hingga ketika aku terbangun aku sedikit terisak. Aku terbangun dengan perasaan
yang sangat sulit aku jelaskan. Yang aku tahu aku merasakan sedih yang teramat
sangat. Seolah kehilangan itu nyata. Rasanya baru sebentar aku memegang
tanganmu, dan tanganmu merangkul bahuku. Seketika semuanya hilang, aku
mencarimu aku memanggilmu. Barangkali rindu yang selalu aku pungkiri ini yang
menghukumku seperti ini.
Dan
seketika keangkuhan hati luluh. Aku tak lagi melawannya, aku membiarkannya
merindumu sepanjang malam. Tak mengekangnya sama sekali. Ada getar yang begitu
keras mendobrak dada. Ada suara yang tersedak di tenggorokanku malam itu. Sesak
sekali. Sesak yang teramat sangat. Sulit untuk membujuk hati untuk melupakan
mimpi yang baru saja berlalu. Semua begitu nyata.
Memori
1 tahun yang lalupun berputar sempurna diotakku. Ketika aku dan kamu pertama
kali bertatap muka. Renyah senyummu seketika tergambar jelas. Kita berjabat
tangan. Lalu, kamu mulai memacu kendaraanmu membawaku berkeliling dikotamu. Cepat
sekali waktu itu berlalu. Bahkan mimpi yang aku lalui tadi terasa begitu nyata
seperti waktu itu.
Sekarang
aku harus mengakuinya bahwa aku menyerah pada hati. Menyerah pada perlawanan
logika tentang adanya perasaan rindu yang membuncah ruah padamu, tuan. Hanya itu
yang ingin aku sampaikan. Aku tidak bisa lagi menahannya dadaku terlalu sesak
untuk menahahnnya sendiri. Maaf mungkin tak sepantasnya lagi aku berkata
seperti ini padamu. Biarkan sekali lagi waktu yang mengatur akhir dari semua
ini, seperti rindu yang baru kusebut padamu.
Izinkan rindu ini untuk selalu tertuju padamu, tuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar